Teknik Kultur TETRASELMIS CHUII | AQUAKULTUR

Teknik Kultur TETRASELMIS CHUII

TEKNOLOGI KULTUR PAKAN ALAMI
Tetraselmis chuii




Oleh :
Tri Ramadhani
130330027








PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUUSSALEH
ACEH UTARA

2015


KATA PENGANTAR

            Puji syukur saya ucapkan kapeda Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan “MAKALAH TEKNOLOGI KULTUR PAKAN ALAMI” yang berjudul “TEKNIK KULTUR Tetraselmis chuii” dengan baik.
            Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan rasa bahagia dan ucapan rasa terima kasih kepada :
1.      Orang tua yang telah membiayai dan memfasilitasi saya untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas ini.
2.      Eva Ayuzar, S.Si., M.Si Dan Muliani, S.Si., M.Si.  Selaku Dosen Mata Kuliah Teknologi Kultur Pakan Alami yang telah memberi tugas ini kepada saya.
3.      Rekan-rekan yang turut membantu dalam pembuatan Makalah Teknik Kultur Tetraselmis chuii ini.
            Jika ada kekurangan saya mohon maaf, karena saya juga masih dalam tahap pembelajaran. Dan semoga kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi. Atas perhatian pembaca, saya mengucapkan terima kasih. Wasalam !




                                                                                    Aceh Utara, Maret 2015



                                  Tri Ramadhani






PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau, dan laut. Selain pengembangan skala usaha, ikan yang dibudidayakan semakin beragam jenisnya.
Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha budidaya ikan adalah ketersediaan pakan, dimana penyediaan pakan merupakan faktor penting di samping penyediaan induk. Pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup akan memperkecil persentase larva yang mati. Jenis pakan yang dapat diberikan pada ikan ada dua jenis, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang diramu dari beberapa macam bahan yang kemudian diolah menjadi bentuk khusus sesuai dengan yang dikehendaki.
Sasaran utama untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi pakan alami, karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga dapat menunjang kelangsungan hidup larva selama budidaya ikan, mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan untuk mangsanya serta memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya pembudidayaan yang relatif murah. Upaya untuk memperoleh persyaratan dan memenuhi pakan alami yang baik adalah dengan melakukan kultur fitoplankton.
Salah satu jenis fitoplankton yang digunakan pada kegiatan pembenihan ikan, yaitu Tetraselmis sp. Pembudidayaan plankton jenis Tetraselmis sp. tergantung pada kondisi lingkungan perairannya, serta diperlukan paket teknologi budidaya yang baik. Budidaya plankton berbeda di tiap-tiap Negara sesuai dengan kondisi alamnya, misalnya Indonesia adalah Negara tropis dimana suhu airnya relatif sama sepanjang tahun dibandingkan dengan Negara lain termasuk Jepang (Mujiman, 1984).
Dalam kultur fitoplankton ada dua tujuan, yaitu monokultur dan kultur murni. Bila hendak mengkultur fitoplankton sebagai makanan zooplankter cukuplah membuat monokultur, misalnya sebagai makanan untuk Brachionus plicatilis, yang hidup di air payau. Tetapi bila mengkultur fitoplankter untuk keperluan genetika, fisiologi atau siklus hidup harus mengkultur fitoplankter yang bersangkutan secara murni, artinya tanpa adanya bakteri (Sachlan, 1982).
Untuk menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan, pengetahuan tentang teknik kultur murni fitoplankton yang baik mutlak diketahui oleh mereka yangbergerak di bidang usaha perikanan baik dalam skala besar maupun kecil. Mengingat pentingnya pakan alami tersebut sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan ikan dan udang, maka penulis berpendapat perlu dilakukan pengamatan kultur fitoplankton Tetraselmis sp. secara intensif untuk memperkaya pengetahuan dalam rangka sumbangsih ilmu pengetahuan di bidang perikanan.


B. Tujuan
1.  Mengetahui cara budidaya Tetraselmis sp. skala laboratorium dan kultur massal
2.  Mengetahui pertumbuhan Tetraselmis sp. pada medium yang berbeda baik skala lab maupun secara kultur massal.

C. Manfaat
1.    Dapat mengetahui cara budidaya Tetraselmis sp. secara skala lab dan kultursemi massal
2.    Dapat mengetahui pertumbuhan Tetraselmis sp. pada medium tumbuh yang berbeda.

PEMBAHASAN

A. Teknik Budidaya Tetraselmis sp.
Gambar 1. Tetraselmis chuii

Klasifikasi Tetraselmis chui menurut Bougis, (1979) sebagai berkut :
·         Kingdom         : Plantae
·         Filum               : Chlorophyta
·         Kelas               : Prasinophyceae
·         Ordo                : Pyramimonadales
·         Genus              : Tetraselmis
·         Speises            : Tetraselmis chuii

Tetraselmis sp. termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak, berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukuran 0,75-1,2 kali panjang badan dan berukuran 10x6x5 µm.
Menurut Mujiman (1984), Sel-sel Tetraselmis sp. berupa sel tunggal yang berdiri sendiri. Ukurannya 7-12 µm, berkolorofil sehingga warnanya pun hijau cerah. Pigmen penyusunnya terdiri dari klorofil. Karena memiliki flagella maka Tetraselmis chuii dapat bergerak seperti hewan. Pigmen klorofil Tetraselmis chuii. terdiri dari dua macam yaitu karotin dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan sellulosa dan pektosa.
Tetraselmis tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm (Fabregas et al, 1984). Menurut Griffith et al (1973) mengatakan bahwa Tetraselmis sp. masih dapat mentoleransi suhu antara 15-350C, sedangkan suhu optimal berkisar antara 23-250C.
Reproduksi Tetraselmis chuii. terjadi secara vegetatif aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dimulai dengan membelahnya protoplasma sel menjadi dua, empat, delapan dalam bentuk zoospore setelah masing-masing melengkapi diri dengan flagella. Sedangkan reproduksi secara seksual, setiap sel mempunyai gamet yang identik (isogami) kemudian dengan bantuan substansi salah satu gamet tersebut ditandai dengan bersatunya kloroplast yang kemudian menurunkan zygote yang sempurna (Erlina dan Hastuti, 1986).

Parameter Pertumbuhan Fitoplankton:
1.    Nutrien
Nutrient dibagi menjadi menjadi makronutrien dan mikronutrien. Nitrat dan fosfat tergolong makronutrien yang merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti ammonia, nitrit dan senyawa organic dapat digunakan apabila kekurangan nitrat (Cotteau, 1996; Taw, 1990)

2.    Suhu
Suhu optimal kultur fitoplankton secara umum antara 20-24°C. hampir semua fitoplankton toleran terhadap suhu antara 16-36°C. Suhu di bawah 16°C dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu di atas 36°C dapat menyebabkan kematian pada jenis tertentu (Cotteau, 1996; Taw, 1990).

3.    Cahaya
Cahaya merupakan sumber energy dalam proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organic. Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk volume yang lebih besar (Cotteau, 1996; Taw, 1990).

4.    Karbondioksida
Karbondioksida diperlukan fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup untuk kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan ph kurang dari batas optimum (Cotteau, 1996; Taw, 1990).

5.    pH
Variasi pH dapat mempengaruhi metabolism dan pertumbuhan fitoplankton dalam beberapa hal, antara lain mengubah keseimbangan dari karbon organic, mengubah ketersediaan nutrient, dan dapat mempengaruhi fisiologis sel (Dorling er. Al., 1997). Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut antara 7.5-8.5 sedangkan untuk Tetraselmis chuii optimal pada 7-8 (Cotteau, 1996; Taw, 1990).


6.    Salinitas
Hampir semua jenis fitoplankton yang berasal dari air laut dapt tumbuh optimal pada salinitas sedikit di bawah habitat asalnya. Tetraselmis chuii memiliki kisaran salinitas yang cukup lebar, yaitu 15-36 ppt sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah 27-30 ppt (Cotteau, 1996; Taw, 1990).
Laju pertumbuhan Tetraselmis chuii adalah pertambahan jumlah Tetraselmis chuii tersebut. dalam periode tertentu. Pada kultur skala lab parameter waktu per jam sedangkan pada kultur skala semi massal parameter waktu per hari. Pertumbuhan microalgae secara umum dapat dibagi menjadi lima fase meliputi fase lag, fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan, fase stasioner, dan fase kematian. Pada fase lag pertambahan densitas populasi hanya sedikit bahkan cenderung tidak ada karena sel melakukan adaptasi secara fisiologis sehingga metabolisme untuk tumbuh lamban.
Pada fase eksponensial pertambahan kepadatan sel (N) dalam waktu (t) dengan kecepatan pertumbuhan (µ) sesuai dengan rumus fungsi eksponensial. Pada fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai melambat karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan. Pada fase stasioner factor pembatas dan kecepatan pertumbuhan sama karena jumlah sel yang membelah dan yang mati seimbang. Pada fase kematian kualitas fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami pembelahan. Waktu generasi microalgae adalah waktu yang dibutuhkan oleh mikro algae untuk sekali membelah menjadi dua.

Cara Persiapan Media Kultur Tetraselmis chuii
a. Tetraselmis chuii dengan media 1liter
1. Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton.
2. Wadah diisi air medium dengan kadar garam 28 permil yang telah disaring dengan saringan 15 mikron. Kemudian disterilkan dengan cara direbus, diklorin 60 ppm dan dinetralkan dengan 20 ppm Na2S2O3, atau disinari lampu ultraviolet.
3. Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
  • Natrium nitrat – NaNO3 = 84 mg/l
  • Natrium dihidrofosfat-NaH2PO4 = 10 mg/l atau Natrium fosfat-Na3PO4 = 27,6 mg/l atau Kalsium fosfat-Ca3(PO4)2 = 11,2 mg/l
  • Besi klorida – FeCl3 = 2,9 mg/l
  • EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 10 mg/l
  • Tiamin-HCl (vitamin B1) = 9,2 mg/l
  • Biotin = 1 mikrogram/l
  • Vitamin B12 = 1mikrogram/l
  • Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
  • Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
  • Natrium molibdat-NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
  • Mangan klorida kristal-MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
  • Kobalt korida kristal-CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l

b. Tetraselmis chuii  Dalam wadah 1 galon (3 liter):
- Dapat menggunakan botol “carboys” atau stoples.
- Persiapan sama dengan dalam wadah 1 liter.
- Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
  • Urea-46 = 100 mg/l
  • Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 10 mg/l
  • Agrimin = 1 mg/l
  • Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/l
  • EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 2 mg/l
  • Vitamin B1 = 0,005 mg/l
  • Vitamin B12 = 0,005 mg/l

c. Tetraselmis Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
1. Wadah 200 liter dapat menggunakan akuarium, dan untuk 1 ton menggunakan bakdari kayu, bak semen, atau bak fiberglass.
2.    Persiapan lain sama.
3. Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
  • Urea-46 = 100 mg/liter
  • Pupuk 16-20-0 = 5 mg/liter
  • Kalium hidrofosfat-K2HPO4 = 5 mg/liter atau Kalium dihidrofosfat-K2H2PO4 = 5 mg/liter
  • Agrimin = 1 mg/liter
  • Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/liter
4. Untuk wadah 1 ton dapat hanya menggunakan urea 60-100 mg/liter dan TSP 20-50 mg/liter.

Cara Pemeliharaan Tetraselmis chuii
a. Tetraselmis Dalam wadah 1liter :
  • Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 100.000 sel/ml. Airnya diudarai terus-menerus dan wadah diletakkan dalam ruang ber-AC, dan di bawah sinar lampu neon.
  • Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml. Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.

b. Tetraselmis Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
  • Bibit dari penumbuhan dalam wadah 1 liter, ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, untuk setiap galon membutuhkan bibit 100 ml, hingga kepadatan mencapai 100.000 sel/ml.
  • Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus.
  • Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml. Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya.

c. Tetraselmis Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
  • Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton 100 liter.
  • Dalam waktu 4-5 hari mencapai puncak perkembangan dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml.
  • Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat digunakan sebagai pakan.


KESIMPULAN

Tetraselmis sp. termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak, berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukuran 0,75-1,2 kali panjang badan dan berukuran 10x6x5 µm.
Menurut Mujiman (1984), Sel-sel Tetraselmis sp. berupa sel tunggal yang berdiri sendiri. Ukurannya 7-12 µm, berkolorofil sehingga warnanya pun hijau cerah. Pigmen penyusunnya terdiri dari klorofil. Karena memiliki flagella maka Tetraselmis chuii dapat bergerak seperti hewan. Pigmen klorofil Tetraselmis chuii. terdiri dari dua macam yaitu karotin dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan sellulosa dan pektosa.
Beberapa parameter pertumbuhan Tetraselmis adalah sebagai berikut :
·         Nutrien
·         Suhu
·         Cahaya
·         Karbondioksida
·         pH
·         Salinitas
Ada tiga metode kultur Tetraselmis chuii adalah sebagai berikut :
1. Kultur murni yang menggunakan media 1 liter
2. Kultur semi masal yang menggunakan media 3 liter
3. Kultur masal yang menggunakan media 200 liter dan 1 ton




DAFTAR PUSTAKA

Burlew, J.S. 1995. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie Institution of Washington. Washington.
Erlina, A. Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment