REKAYASA AKUAKULTUR
POTENSI PERKEMBANGAN,
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PERMASALAHAN PADA IKAN KERAPU LUMPUR (Ephinephelus
tauvina)
Disusun oleh:
RIZQI RAMADHAN R
130330077
BUDIDAYA
PERAIRAN / FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
MALIKUSSALEH
ACEH
UTARA
2015
DAFTAR ISI
Isi
Halaman
DAFTAR ISI................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.
Latar Belakang...................................................................................... 2
2.
Rumusan Masalah................................................................................. 3
3.
Tujuan Penulisan................................................................................... 3
4.
Manfaat Penulisan................................................................................ 3
BAB II ISI 4
1.
Klasifikasi, Morfologi dan Habitat....................................................... 4
2.
Pengelolaan Budidaya.......................................................................... 5
3.
Potensi Perkembangan Kerapu Lumpur............................................... 9
4.
Pengembangan dan Pemasaran............................................................. 11
5.
Permasalahan dalam
Pengembangan Kerapu Lumpur.......................... 15
BAB III PENUTUP..................................................................................... 16
1.
Kesimpulan........................................................................................... 16
2.
Saran ..................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Ikan kerapu adalah jenis ikan yang memiliki nilai
ekonomis penting untuk dibudidayakan di Asia (Kohno et aI., 1993), karena
harganya yang mahal dan merupakan komoditas ekspor (Giri dkk., 2001). Budidaya
ikan kerapu di Indonesia saat ini meningkat cukup pesat. Peningkatan tersebut
ditunjang oleh pengetahuan tentang teknik budidaya yang semakin berkembang,
keterbatasan sumber daya ikan kerapu di alam yang makin berkurang akibat
eksploitasi berlebih, serta permintaan pasar yang meningkat, terutama dari
negara-negara seperti Singapura, Hongkong, Jepang dan Cina (Rukyani, 2001).
Jenis-jenis ikan kerapu yang telah berhasil dibudidayakan di Indonesia adalah
kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus),
kerapu Lumpur (Ephinephelus tauvina),
kerapu batik (E. microdon) dan kerapu
bebek (Cromileptes altivelis)
(Setyadi dkk., 2001; Imanto dkk., 2001; Marzuqi dkk., 2001; Ismi dkk, 2001).
Ikan kerapu merupakan ikan karang yang memiliki
nilai ekonomi yang tinggi, terutama di pasaran Hongkong, China, Singapura,
Taiwan, Jepang, dan bahkan Indonesia (Danayadol et al., 1997; Danayadol et al.,
1999). Salah satu jenis ikan kerapu yang memiliki niai ekonomi tinggi adalah
ikan kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina).
Mengingat begitu besarnya permintaan pasar akan ikan kerapu, maka telah terbuka
peluang ke arah pengembangan budidaya ikan tersebut (Mahardika, dkk., 2004b). Budidaya
ikan kerapu di Indonesia telah berkembang dan merupakan salah satu komoditas
ekspor yang penting. Berkembangnya budidaya ikan kerapu sejalan dengan adanya
permintaan pasar dan harga yang semakin meningkat (Sunyoto & Mustahal,
2000). Sejak berkembangnya budidaya ikan kerapu di Indonesia, para pembudidaya
telah mengalami berbagai masalah kematian, baik pada sistem pembesaran maupun pada
pembenihan (Rukhyani, 2000). Budidaya ikan kerapu secara umum tidaklah mudah,
karena berbagai faktor teknis menjadi kendala dalam produksi massal. Kendala
utama yang dihadapi dalam pengembangan usaha budidaya ikan kerapu adalah
timbulnya penyakit (Yuasa, dkk., 2000).
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
diatas, maka permasalahan yang didapat antara lain:
1. Bagaimana
potensi atau kondisi eksisting pengelolaan ikan kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina) di Indonesia?
2. Bagaimana
strategi perkembangan dan pemasaran ikan kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina) di Indonesia?
3. Bagaimana
permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan ikan kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina) di Indonesia?
3.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1. Untuk
menjelaskan potensi dan kondisi eksisting pengelolaan ikan kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina).
2. Untuk
menentukan strategi pemasaran ikan kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina) yang dilakukan oleh nelayan dan pedagang ikan
kerapu di Indonesia.
3. Untuk
menganalisis permasalahan pada pengembangan ikan kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina) di Indonesia.
4.
Manfaat
Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :
1. Memberikan
informasi bagaimana potensi ikan kerapu lumpur di Indonesia.
2. Memberikan
informasi pengembangan dan pemasaran ikan kerapu lumpur di Indonesia.
3. Memberikan
informasi tentang permasalahan pada pengembangan ikan kerapu lumpur di
Indonesia.
BAB II
ISI
1.
Klasifikasi,
Morfologi dan Habitat
Jenis ikan ini telah banyak dibudidayakan didaerah
Kepulauan Riau dan Sumatera Utara, khususnya Kabupaten/Kota Nias, Tapanuli
Tengah, Sibolga, Langkat, Serdang Bedagai dan Medan. Sistematika ikan kerapu
lumpur:
Filum : Chordate
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Sub-kelas : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidea
Family : Serranidae
Genus : Epinephelus
Spesies : Ephinephelus tauvina
Dalam dunia perdagangan, ikan kerapu lumpur dikenal
dengan nama dagang Estuaryne Grouper, Estuaty, Grouper, Fah Paan,
Chairomaruhata, Chi Hou. Ciri Ephinephelus
tauvina, ada kemiripan dengan jenis ikan kerapu lumpur lainnya, Epinephelus coioides, terutama
penampakan bintik pada tubuhnya. Bentuk tubuh memanjang bagian kepala dan
punggung berwarna gelap dan kehitaman sedangkan perut berwarna keputihan,
seluruh tubuhnya dipenuhi bintik-bintik kasar berwarna kecoklatan atau
kemerahan.
Adapun pertumbuhan dan perkembangan ikan kerapu
lumpur sebagaimana halnya dengan ikan kerapu lain, kerapu lumpur bersifat
protogony hermaphrodite. Artinya jenis kelamin ikan berubah sejalan dengan
pertumbuhannya. Pada waktu masih berumur 3 tahun atau kurang, ikan ini
berkelamin betina. Namun sesudah berumur lebih dari 4 tahun ikan ini berubah
kelamin menjadi jantan tanpa perubahan morfologi yang jelas. Ikan ini tumbuh cepat,
pertumbuhan ikan kerapu lumpur beragam, tergantung pada bobot awal, mutu dan
jumlah pakan yang digunakan dan kondisi lingkungan. Panjang maksimum yang dapat
dicapai sampai 95 cm. Ikan kerapu lumpur hidup diperairan muara sungai dengan
kisaran kadar garam 15-30 ppt, suhu air 24-31 derajat Celsius, dan kadar
oksigen terlarut antara 7,1-31 ppt.
2.
Pengelolaan
Budidaya
a. Wadah
Budidaya
Wadah budidaya yang digunakan adalah kolam tambak.
Adapun ukuran kolam tambak tersebut adalah 30m x 50m untuk proses pembesaran
dan 15m x 50m untuk proses penggelondongan.
b. Penyediaan
Benih
Benih ikan kerapu dapat diperoleh dari alam atau
dari hutchery. Di alam ikan kerapu lumpur banyak hidup diperairan sekitar muara
sungai yang berdasar lumpur dan ditumbuhi lamun (seagrass). Adapun musim
benihnya berbeda pada setiap tempat. Ukuran benih yang tertangkap bervariasi,
mulai 2-10 cm dengan bobot 5 -25 gr. Penangkapannya dengan pukat pantai, sudu,
pancing, dan bubu. Benih kerapu bisa juga diperoleh di hutchery.
c. Penebaran
Benih
Waktu penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi
atau sore hari. Keseragaman ukuran benih juga perlu diperhatikan ketika
penebaran. Tujuannya untuk mengurangi pemangsaan akibat sifat kanibal. Selain
keragaman, kepadatan penebaran benih juga harus diperhatikan.
d. Pendederan
Benih ikan kerapu ukuran panjang 4 – 5 cm dari hasil
tangkapan maupun dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring
nylon berukuran 1,5x3x3m dengan kepadatan ± 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan
grading (pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya
kepadatannya 250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 – 25 cm
atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jaring besar ukuran 3x3x3m dengan
kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam tambak
pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi (500 gram).
e. Pakan
dan Pemberiannya
Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar
dalam budidaya ikan kerapu. Oleh karena itu, pemilihan jenis pakan harus benar-benar
tepat dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harganya.
Pemberian pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin, sehingga setiap ikan
memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pakan. Pada tahap pendederan,
pakan diberikan secara ad libitum (sampai kenyang). Kerapu lumpur termasuk
karnivora yang memangsa ikan –ikan kecil, udang, cumi-cumi, rajungan dan
kepiting. Ikan ini dapat dilatih makan pellet berkadar protein tinggi. Namun
pada stadia larva, ikan ini merupakan pemakan plankton. Selama pemeliharaan
ikan diberi pakan berupa ikan rucah dengan dosis 8% bobot badan/hari.
Selanjutnya dosis dirutinkan menjadi 5% setelah bobotnya mencapai 300gr/ekor.
Perubahan dosis pakan dilakukan setiap bulan setelah dilakukan penimbangan berat.
Semakin besar ikan semakin kecil dosis pakan yang diberikan. Sedangkan untuk
pembesaran adalah 8-10% dari total berat badan per hari. Pemberian pakan
sebaiknya pada pagi dan sore hari. Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan
rucah (potongan ikan) dari jenis ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu
yang baru ditebardapat diberi pakan pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor
ikan dapat diberikan 100 gram pelet per hari. Setelah ± 3-4hari, pelet dapat
dicampur dengan ikan rucah.
f. Hama
dan Penyakit
Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya
ikan kerapu dalam budidaya ini adalah ikan buntal, burung, dan penyu. Sedang,
jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah :
1. Penyakit
akibat serangan parasit, seperti : parasit crustacea dan flatworm,
2. Penyakit
akibatprotozoa, seperti : cryptocariniasis dan broollynelliasis,
3. Penyakit
akibatjamur (fungi), seperti : saprolegniasis dan ichthyosporidosis,
4. Penyakit
akibat serangan bakteri,
5. Penyakit
akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus).
g. Panen
dan Penanganan Pasca Panen
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga
kualitas ikan kerapu yang dibudidayakan antara lain : penentuan waktu panen,
peralatan panen, teknik panen, serta penanganan pasca panen. Waktu panen,
biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran super biasanya
berukuran 500 – 1000 gram dan merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual
tinggi. Panen sebaiknya dilakukan pada padi atau sore hari sehingga dapat
mengurangi stress ikan pada saat panen. Peralatan yang digunakan pada saat
panen, berupa : scoop, kerancang, timbangan, alat tulis, perahu, bak pengangkut
dan peralatan aerasi. Teknik pemanenan yang dilakukan pada usaha budidaya ikan
kerapu dengan metoda panen selektif dan panen total. Panen selektif adalah
pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai ukuran tertentu sesuai keinginan
pasar terutama pada saat harga tinggi. Sedang panen total adalah pemanenan
secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila permintaan pasar sangat besar
atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi kriteria jual.
Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah
pengangkutan sampai di tempat tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar
kesegaran ikan tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu
pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan
untuk jarak angkut dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal
hanya 7 jam. Wadah angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah
diisi air laut sebanyak ½ sampai 2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut
diusahakan tetap konstan selama perjalananyaitu 19-210C. Selama pengangkutan
air perlu diberi aerasi. Kepadatan ikan sekitar 50kg/wadah.
3.
Potensi
Perkembangan Kerapu Lumpur
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua
pertiga wilayahnya terdiri dari lautan. Lautan banyak menghasilkan devisa bagi
negara, terutama dalam sektor perikanan. Selain sebagai penghasil devisa
negara, sektor perikanan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan protein
hewani nasional (Subandar, A. dkk., 2001). Budidaya ikan kerapu di Indonesia
telah berkembang dan merupakan salah satu komoditas ekspor yang penting.
Berkembangnya budidaya ikan kerapu sejalan dengan adanya permintaan pasar dan
harga yang semakin meningkat (Sunyoto & Mustahal, 2000).
Perikanan merupakan salah satu ekspor pembangunan
yang memberikan pendapatan devisa yang tidak kecil. Walaupun beberapa komoditas
perikanan seperti rumput laut, kerapu, udang memberikan prospek bisnis yang
menguntungkan, industri pengolahan belum memberikan kontribusi nilai tambah
yang semestinya dalam pembangunan nasional. Ternyata pengusahaan sumber daya
perikanan di Indonesia yang telah mencapai 62% ternyata tidak di imbangi
melalui industri pengolahan hasil perikanan. Ekspor perikanan masih berkisar
pada produk segar, beku, kaleng. Akibatnya daya saing produk perikanan
Indonesia baik dipasaran domestik maupun global rendah. Hal ini sekaligus
menunjukkan bahwa kinerja sistem industri pengolahan ikan di Indonesia masih
rendah dan lemah.(Sudrajat A, 2008).
Potensi perkembangan ikan kerapu lumpur
(Ephinephelus tauvina) yaitu umumnya benih ikan kerapu lumpur yang di
budidayakan masih berasal dari alam, diperoleh dengan alat tangkap bubu.
Praktis kegiatan budidaya sangat tergantung dari kuantitas maupun kualitas
benih alam serta musiman.
Dengan semakin banyaknya permintaan ikan kerapu
untuk pasar domestik maupun pasar internasional, maka benih sebagai sumber
produksi akan sulit dipenuhi dari alam serta penyediaanya tidak dapat kontinyu.
Berdasarkan kenyataan itu maka kita tidak boleh berharap akan pemenuhan benih
dari alam, tetapi harus mulai mengalihkan perhatian ke usaha pembenihan buatan.
4.
Pengembangan
dan Startegi Pemasaran Kerapu Lumpur
Perkembangan ekspor Ikan, khususnya produksi perikanan
laut termasuk ikan kerapu budidaya dan hasil penangkapan para nelayan, dari
Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1995
Indonesia mengekspor hasil produksi perikanan (belum termasuk komoditas udang)
sebesar 25.000 ton dengan nilai US $ 65.326.000, kemudian meningkat menjadi
27.000 ton dengan nilai US $ 64.058.000 pada tahun 1996, dan meningkat pesat
pada tahun 1998 menjadi 708.000 ton dengan nilai US $ 680.639.000 (Anonimous,
2009)
Yang paling penting dengan pengembangan usaha ini
adalah, bahwa harga jual produksi dari tahun ke tahun semakin baik dan sangat
prospektif. Selain itu dengan teknologi budidaya karamba ini, produksi ikan
dapat dipasarkan dalam keadaan hidup, dimana untuk pasaran ekspor ikan hidup
nilainya lebih mahal hingga mencapai 10 kali lipat dari pada ekspor ikan fresh.
Ditinjau dari sisi pemasaran, peluang pengembangan usaha agribisnis perikanan
masih sangat terbuka, oleh karena laju pertumbuhan produksi perikanan dunia
yang masih didominasi oleh perikanan laut dan telah menunjukkan trend yang
baik, terutama dengan semakin meningkatnya konsumsi dunia sejalan dengan
bertambahnya penduduk dunia serta peningkatan pendapatan. Sementara itu
produksi perikanan dari negara-negara maju mengalami penurunan, sehingga kian
membuka peluang bagi kelompok negara-negara berkembang terutama Indonesia untuk
meningkatkan produksi (Anonimous, 2010). Pertimbangan lain adalah, bahwa usaha
budidaya ikan kerapu ini dapat dikembangkan hampir di sebagian besar wilayah
pantai di tanah air, asalkan memenuhi persyaratan teknis seperti keadaan
gelombang dan angin yang tidak terlalu keras, bebas polusi, serta aspek teknis
lainnya. Dan yang terakhir, usaha budidaya ikan kerapu relatif lebih mudah dari
pada budidaya udang tambak, sehingga dari segi kemampuan dan keterampilan SDM
pada umumnya tidak menjadi masalah, apalagi di beberapa daerah para nelayan
telah berinisiatif merintis usaha semacam ini secara tradisional, yaitu
pembesaran ikan kerapu dengan karamba jaring apung dan tambak yang bibitnya
berupa ikan tangkapan.(Anonimous, 2010)
Permintaan ikan kerapu alias grouper, di dalam
negeri maupun diluar negeri terus meningkat karena rasa, keindahan (sebagai
ikan hias), dan aroma yang khas. Harga ikan karang ini boleh dikatakan tinggi,
apalagi dalam keadaan hidup dan ditangkap dilaut. Sayangnya, kerapu tangkapan
sudah mulai berkurang sehingga diperlukan budidaya agar potensi mendatangkan
rupiah juga besar. Di beberapa sentra produksi, justru kerap mengalami
kekerangan pasokan untuk memenuhi permintaan pasar yang meningkat (Khoironi,
2009). Harga ikan kerapu sekalipun fluktuatif, rata-rata masih cukup tinggi.
Harga berabagai jenis ikan kerapu di pasaran internasional meningkat sekitar
US$ 12 per kilogram (kg) hingga US$ 50 per kg dibandingkan dengan harga di
tingkat pembudidaya di indonesia (Anonimous, 2009).
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia merupakan
pengekspor ikan kerapu terbesar pada awal 1990-an, melampaui Filipina. Namun
posisi itu hanya bertahan sekitar lima tahun, dan belakangan posisi Indonesia
merosot (Anonimous, 2009). Data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) pada
2001 menunjukkan bahwa budi daya ikan kerapu pada tahun itu mencapai 7.500 ton
dari total produksi (budi daya dan tangkap) secara nasional sekitar 58.905 ton.
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan pada 1999, yang mencatat jumlah 1.759
ton untuk budi daya dari total produksi sekitar 45.231 ton. Sementara untuk
ekspor kerapu tercatat 1.098 ton (1999), 1.167 ton (2000), dan 1.284 ton
(2001). Berdasarkan data DKP, produksi ikan kerapu Indonesia pada 2004 sebanyak
6.552 ton sedangkan pada 2006 diperkirakan mencapai 12 ribu ton dan pada 2009
diproyeksikan naik menjadi 30 ribu ton. Sedangkan untuk ekspornya, pada 2006
mencapai 4.800 ton senilai 24 juta dolar AS sementara pada tahun ini
diperkirakan sebanyak 6.340 ton atau 31,7 juta dolar AS.
Setiap orang atau perusahaan yang bergerak dalam
suatu bisnis tertentu pasti berharap banyak untuk mendapatkan laba atau
keuntungan yang memadai. Apalagi jika keuntungan itu dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan usahanya. Pengetahuan tentang ikan yang akan dibudidayakan dan
keberanian untuk memulai usaha saja tidak mendukung kegiatan usaha ini. Untuk
itu, diperlukan modal untuk mengelolanya agar usaha dapat berkembang seperti
yang diharapkan. Di pasaran terlihat bahwa produk yang disenangi atau
diperlukan konsumen tidak hanya satu jenis saja, tetapi bermacam-macam. Oleh
karenanya, pemilihan produk dapat dilakukan pada satu atau jenis ikan, diadakan
seleksi dengan cara meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi jenis (yang
dipilih) tersebut (Pusat Riset, 2009).
Sistem
dan usaha agribisnis yang sedang dipromosikan adalah sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing tinggi. Hal ini dapat dicirikan dengan efisiensi
yang tinggi mampu merespons perubahan pasar secara cepat dan efisien,
menhasilkan produk bernilai tambah tinggi, menggunakan inovasi teknologi
sebagai sumber pertumbuhan dan produktivitas dan nilai tambah. Hal ini dapat
disikapi dengan pembangunan industri hulu da industri hilir pertanian yang
dapat memperbaiki sistem dan prospek pertanian ke arah yang berpotensi positif
(David, 2002). Jenis ikan yang akan diproduksi perlu dipertimbangkan dan
ditentukan terlebih dahulu. Jenis ikan yang dipilih hendaknya dapat memenuhi
selera pasar dengan baik dan disesuaikandengan lahan yang tersedia. Hasil
produksi ikan yang memenuhi selera pasar akan lebih memudahkan pemasaran
sehingga tidak ada kekhawatiran ikan tidak terjual (Tim Penulis Penebar
Swadaya, 2008). Perusahaan dikatakan break even apabila setelah dibuat
perhitungan laba rugi dari satu periode kerja atau dari satu kegiatan usaha
tertentu, perusahaan itu tidak mengalami laba dan tidak juga mengalami kerugian
(Sigit, 1990). Usaha budidaya ikan kerapu ini menjadi menarik karena produknya
memiliki nilai jual tinggi, meski durasi masa panen mencapai 6-7 bulan, namun
dengan harga untuk pasar lokal mencapai kisaran Rp.60.000-Rp.70.000 per
kilogram menjadi sektor usaha yang prospektif . apalagi bila produksi ikan
kerapu itu dikelola dengan pengawasan kualitas yang ketat, sehingga bisa
menembus pangsa mancanegara maka harganya pun semakin tinggi. Di pasar ekspor,
dihargai tidak kurang dari Rp.100.000 per kilogram.(Hendra, 1987). Pada tahun
2006, Indonesia menargetkan produksi kerapu sebanyak 100.000 ton. Itu hanya
untuk memenuhi permintaan pasar Asia. Untuk itulah, sebagai salah satu
komoditas unggulan, produksinya perlu terus digenjot melalui budi daya untuk
memenuhi kebutuhan pasar Asia dan memacu perolehan devisa (Anonimous, 2009).
5.
Permasalahan
dalam Pengembangan Kerapu Lumpur
Jenis ikan yang akan diproduksi perlu
dipertimbangkan dan ditentukan terlebih dahulu. Jenis ikan yang dipilih
hendaknya dapat memenuhi selera pasar dengan baik dan disesuaikandengan lahan
yang tersedia. Hasil produksi ikan yang memenuhi selera pasar akan lebih
memudahkan pemasaran sehingga tidak ada kekhawatiran ikan tidak terjual (Tim
Penulis Penebar Swadaya, 2008).
Pemasaran ikan kerapu lumpur sampai saat ini belum
ada kendala, hanya saja membutuhkan banyak biaya pengangkutan yang harus
dikeluarkan tergantung jarak antara tempat produksi ke tempat atau kota
pemasaran yang dituju (Dinas Perikanan, 2009).
Budidaya ikan kerapu secara umum tidaklah mudah,
karena berbagai faktor teknis menjadi kendala dalam produksi massal. Kendala
utama yang dihadapi dalam pengembangan usaha budidaya ikan kerapu adalah
timbulnya penyakit (Yuasa, dkk., 2000).
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Ikan kerapu adalah jenis ikan yang memiliki nilai
ekonomis penting untuk dibudidayakan di Asia, karena harganya yang mahal dan merupakan
komoditas ekspor. Budidaya ikan kerapu di Indonesia telah berkembang dan
merupakan salah satu komoditas ekspor yang penting. Berkembangnya budidaya ikan
kerapu sejalan dengan adanya permintaan pasar dan harga yang semakin meningkat.
Ternyata pengusahaan sumber daya perikanan di Indonesia yang telah mencapai 62%
ternyata tidak di imbangi melalui industri pengolahan hasil perikanan. Ekspor
perikanan masih berkisar pada produk segar, beku, kaleng. Akibatnya daya saing
produk perikanan Indonesia baik dipasaran domestik maupun global rendah. Hal
ini sekaligus menunjukkan bahwa kinerja sistem industri pengolahan ikan di
Indonesia masih rendah dan lemah. Ditinjau dari sisi pemasaran, peluang
pengembangan usaha agribisnis perikanan masih sangat terbuka, oleh karena laju
pertumbuhan produksi perikanan dunia yang masih didominasi oleh perikanan laut
dan telah menunjukkan trend yang baik, terutama dengan semakin meningkatnya
konsumsi dunia sejalan dengan bertambahnya penduduk dunia serta peningkatan pendapatan.
Sementara itu produksi perikanan dari negara-negara maju mengalami penurunan,
sehingga kian membuka peluang bagi kelompok negara-negara berkembang terutama
Indonesia untuk meningkatkan produksi.
Pertimbangan lain adalah, bahwa usaha budidaya ikan
kerapu ini dapat dikembangkan hampir di sebagian besar wilayah pantai di tanah
air, asalkan memenuhi persyaratan teknis seperti keadaan gelombang dan angin
yang tidak terlalu keras, bebas polusi, serta aspek teknis lainnya.
2 .
Saran
Ikan kerapu lumpur merupakan salah ikan yang sedang
populer dalam pengeksporannya dan merupakan termasuk ikan yang mudah untuk
dibudidayakan. Ikan yang bernilai ekonomis tinggi ini harus benar-benar
dimanfaatkan dalam segala aspek. Karena merupakan ikan ekspor bernilai tinggi,
dapat memberikan ide bagi para penyuluh perikanan untuk memberikana arahan ke
para petani Indonesia dalam pembudidayaan ikan ini, dibandingkan membudidayakan
udang yang termasuk susah untuk dibudidaya karena sangat rentan terhadap
serangan penyakit. Dan ikan kerapu lumpur harus diberi peluang yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Dardiani
dan Intan, R.S., 2010. Mata Diklat 7 Manajemen Pemasaran. Pusat
Pengembangan
dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pertanian.
Dinas
Perikanan Serdang Bedagai, 2009. Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2009.
Evy,
R., 2008. Usaha Perikanan di Indonesia. Mutiara Sumberdaya Widya, Jakarta.
Hanafiah
A.M dan Saefuddin A.M., 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta.
Kusnadin.,
et. al, 2009. Bunga Rampai Agribisnis, Seri Pemasaran. IPB Press, Bogor.
Lamb, C.W., 2001. Pemasaran. Salemba Empat, Jakarta.
Rewoldt,
et. al, 1986. Perencanaan dan Strategi Pemasaran. Bina Aksara, Jakarta.
Situmorang
dan Dilham, 2007. Studi kelayakan Bisnis. USU Press, Medan
Teguh,
H., et. al, 2002. Manajemen Pemasaran. Erlangga, Jakarta.
Tim
Penulis PS, 2008. Agribisnis Perikanan, edisi revisi. Penebar Swadaya, Jakarta
Tjiptono,
F., 2008. Strategi Pemasaran, Edisi III. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Widodo,
J dan Suadi, 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut, Seri Perikanan.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
http://www.go-kerja.com
http://www.serdangbedagaikab.go.id
sekian dari saya gan, semoga bermanfaat.....
0 comments:
Post a Comment