LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR PAKAN ALAMI | AQUAKULTUR

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR PAKAN ALAMI

Laporan Praktikum
TEKNOLOGI PRODUKSI PAKAN ALAMI
“Artemia, Kutu Air, Tubifex, dan Infusoria”



Oleh :
Tri Ramadhani
130330027





PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA

2015


KATA PENGANTAR

            Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan “Laporan Praktikum Teknik Produksi Pakan Alami”  dengan baik.
            Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan rasa bahagia dan ucapan rasa terima kasih kepada :
1.      Orang tua yang telah membiayai dan memfasilitasi saya untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas ini.
2.      Eva Ayuzar, S.Pi., M.Si. Dan Muliani, S.Pi., M.Si.  Selaku Dosen Mata Kuliah Teknik Produksi Pakan Alami yang telah memberi tugas ini kepada saya.
3.      Asisten Dosen Mata Kuliah Teknik Produksi Pakan Alami yang telah membimbing saya selama praktikum.
4.      Rekan-rekan yang turut membantu dalam pembuatan Laporan Hasil Praktikum ini.
            Jika ada kekurangan saya mohon maaf, karena saya juga masih dalam tahap pembelajaran. Dan semoga kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi. Atas perhatian pembaca, saya mengucapkan terima kasih. Wasalam !
                                                                                    Aceh Utara, Maret 2015


Tri Ramadhani

DAFTAR ISI
Isi                                                                                                                Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................                i
DAFTAR ISI ...........................................................................................               ii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................              iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................               v
I. PENDAHULUAN ...............................................................................               1
1.1.    Latar Belakang ................................................................................               1
1.2.    Tujuan Praktikum   ..........................................................................              3
1.3.    Manfaat Praktikum  .........................................................................              4

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................               5
2.1.    Klasifikasi, Morfologi dan Habitat Artemia ...................................               5
2.2.    Klasifikasi, Morfologi, dan Habitat Kutu Air .................................               7
2.3.    Klasifikasi, Morfologi, dan Habitat Cacing Tubifex ......................             11
2.4.    Klasifikasi, Morfologi, dan Habitat Infusoria .................................             13

III. METODOLOGI  .............................................................................              17
3.1.    Waktu dan Tempat .........................................................................              17
3.2.    Alat dan Bahan ..............................................................................              17
3.3.    Prosedur kerja .................................................................................             19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................             22
1.       Hasil Praktikum ..............................................................................             22
2.       Pembahasan ....................................................................................             23

KESIMPULAN .......................................................................................             25
DAFTAR PUSTAKA



DAFTAR GAMBAR
Gambar                                                                                                      Halaman
1. Artemia sp dan kista artemia ................................................................               5
2. Morfologi Artemia sp Dewasa ..............................................................               6
3. Daphnia sp dan Moina sp .....................................................................               8
4. Morfologi Daphnia sp ..........................................................................               9
5. Morfologi Moina sp ..............................................................................               9
6. Cacing sutra (Tubifex sp) ......................................................................            11
7. Morfologi Cacing Sutra (Tubifex sp) ....................................................            12
8. Klasifikasi Protozoa ..............................................................................             14
9. Morfologi Paramecium caudatum .......................................................              15
10. Morfologi Euglena viridis ..................................................................              15
11. Artemia sp setelah pengamatan  ........................................................               22
12. Artemia sp yang telah dipanen ...........................................................              22
13. Wadah kultur artemia .........................................................................              22
14. Wadah kultur kutu air .........................................................................             23
15. Beberapa jenis infusoria setelah pengamatan .....................................             23
16. Wadah kultur infusoria .......................................................................             24








DAFTAR TABEL
Tabel                                                                                                          Halaman
1. Alat-alat yang digunakan untuk mengkultur Artemia ..........................             17
2. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengkultur Artemia ...................             17
3. Alat-alat yang digunakan untuk mengkultur Kutu Air .........................             18
4. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengkultur Kutu Air ..................             18
5. Alat-alat yang digunakan untuk mengkultur Cacing Tubifex ..............             18
6. Bahan yanng digunakan untuk mengkultur Cacing Tubifex ................             18
7. Alat-alat yang digunakan untuk kultur Infusoria ..................................             19
8. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengkultur Infusoria ..................             19


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Pakan alami merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami ikan adalah plankton yaitu fitoplankton dan zooplanktonPakan alami untuk larva atau benih ikan mempunyai beberapa kelebihan yaitu ukurannya relatif kecil serta sesuai dengan bukaan mulut larva dan benih ikan, nilai nutrisinya tinggi, mudah dibudidayakan, gerakannya dapat merangsang ikan untuk memangsanya, dapat berkembang biak dengan cepat sehingga ketersediaanya dapat terjamin serta biaya pembudidayaannya relatif murah. Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Berikut ini ada beberapa pakan alami diantaranya :

a.    Artemia
Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha budidaya ikan dan udang, di indonesia belum ditemukan adanya artemia, sehingga sampai saat ini Indonesia masih mangimpor artemia sebanyak 50 ton/tahun. Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil dikembangkan dan cukup tersedia untuk larva ikan dan udang, namun artemia masih tetap merupakan bagian yang esensial sebagai pakan larva ikan dan udang di unit pembenihan. Keberhasilan pembenihan ikan bandeng, kakap dan kerapu juga memerlukan ketersediaan artemia sebagai pakan alami esensialnya, serta dengan adanya kenyataan bahwa kebutuhan artemia untuk larva ikan kakap dan kerapu 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan larva udang, maka kebutuhan kista atemia akan semakin meningkat (Daulay, 1998).
Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena artemia memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh jenis larva ikan (Djarijah, 2003). 
Waktu normal penetasan kista artemia dalam air laut adalah 24-36 jam pada suhu 25oC. Penetasan kista (telur) artemia harus dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dan dalam jumlah yang besar. Sehingga dibutuhkan teknologi terapan yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut, teknologi yang telah berkembang untuk menjawab tantangan tersebut adalah dekapsulasi kista artemia (Bougias, 2008).

b.      Kutu Air
Kutu air adalah udang-udangan renik yang termasuk kedalam phylm Arthropoda, kelas Crustacea, sub kelas Eutomastraca, ordo Phylpoda, sub ordo Cladosera. Contoh yang paling banyak dikenal adalah Daphnia dan Moina.
 Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di alam. Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah subtropis.
 Moina sp merupakan makanan alami yang potensial bagi benih ikan air tawar, karena nilai gizinya yang tinggi, mudah dicerna serta mempunyai daya reproduksi yang tinggi, yaitucepat berkembangbiak dan mudah dikembang- kan serta memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Moina sp merupakan zooplankton air tawar, dapat hidup di sungai, parit, rawa-rawa dan air tergenang.
Moina sp merupakan makanan alami yang potensial bagi benih ikan air tawar, karena nilai gizinya yang tinggi, mudah dicerna serta mempunyai daya reproduksi yang tinggi, yaitu cepat berkembangbiak dan mudah dikembang- kan serta memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Moina sp merupakan zooplankton air tawar, dapat hidup di sungai, parit, rawa-rawa dan air tergenang yang tercemar bahan organik.

c.       Cacing Tubifex (Cacing Sutra)
Cacing sutra merupakan hewan tingkat rendah, karena memiliki tulang belakang yang disebut invertebrata. Termasuk kedalam phylum Annelida, kelas Oligochaeta, subkelas Haplotaksida, Famili Tubiidae dan Genus Tubifex.
Brinkhurst et al., (2000) Cacing Tubifex sp umumnya ditemukan pada daerah air perbatasan seperti daerah yang terjadi polusi zat organik secar berat, daerah endapan sedimen dan perairan oligotropis. Ditambahkan bahwa spesies Cacing Tubifex sp ini bisa mentolelir perairan dengan salinitas dengan 10 ppt. Kemudian oleh Cartwright (2004), dikatakan bahwa dua faktor yang mendukung habitat hidup Cacing Tubifex sp ialah endapan lumpur dan tumpukan bahan organik yang banyak.

d.      Infusoria
Infusoria adalah sekumpulan jasad renik sejenis zooplankton dan umumnya berukuran sangat kecil antara 40-100 mikron. Infusoria sebagai pakan alami dapat digunakan sebagai makanan pertama (first feeding) bagi larva ikan yang mempunyai bukaan mulut kecil. Secara visual warna infusoria adalah putih dan hidup menggerombol sehingga akan tampak seperti lapisan putih tipis seperti awan.
Infusoria adalah salah satu kelas dari philum Protozoa. Berdasarkan alat geraknya, infusoria dibedakan menjadi 2 yaitu ciliata dan flagellata. Ciliata (latin, cilia = rambut kecil) atau Ciliophora/Infosoria bergerak dengan cilia (rambut getar) atau infusoria yang bergerak menggunakan rambut getar (cilia).
Infusoria sebagian besar hidup di air tawar terutama dimana terjadi proses pembusukan. Makanannya adalah bakteri dan protozoa lain yang lebih kecil misal ganggang renik dan ragi. Infusoria berkembangbiak dengan cara membelah diri dan dengan cara konjugasi. Infusoria tidak menyukai sinar matahari sehingga banyak terdapat di perairan yang teduh dan ditumbuhi tumbuhan air.

1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan pelaksanaan praktikum ini adalah agar setiap mahasiswa dapat memahami jenis-jenis pakan alami serta mengetahui teknik pengkulturannya dalam skala laboratorium sehingga nantinya setiap mahasiswa lebih mengerti  tentang bagaimana mengkultur pakan alami dengan baik dan benar.

1.3. Manfaat Praktikum      
            Agar mahasiswa dapat dengan mudah mengkultur pakan alami saat dilapangan. Tingkat keberhasilannya tinggi.


 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Artemia
            Artemia sp merupakan udang renik yang tergolong udang primitif. Zooplankton ini hidup secara planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi yakni antara 15–300 permil. Sebagai plankton, Artemia sp tidak dapat mempertahankan diri terhadap pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk membela diri (Mudjiman, 2007).
Artemia sp merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena Artemia sp memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh jenis larva ikan (Djarijah, 2003). 


Gambar 1. Artemia sp


A. Klasifikasi Artemia sp
Menurut Linnaeus (1758) klasifikasi Artemia  sp adalah sebagai berikut :
·         Kingdom     : Animalia
·         Phylum        : Arthropoda
·         Subphylum : Crustacea
·         Class            : Branchiopoda
·         Order           : Anostraca
·         Family         : Artemiidae
·         Genus          : Artemia
·         Species        : Artemia sp.

B. Morfologi Artemia sp

Gambar 2. Morfologi Artemia sp Dewasa

Kista Artemia sp berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman, 2008).
Artemia sp dewasa  memiliki ukuran antara 10-20 mm dengan berat sekitar 10 mg. Bagian kepalanya lebih besar dan kemudian mengecil hingga bagian ekor. Mempunyai sepasang mata dan sepasang antenulla yang terletak pada bagian kepala. Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang kaki yang disebut thoracopoda. Alat kelamin terletak antara ekor dan pasangan kaki paling belakang. Salah satu antena Artemia sp jantan berkembang menjadi alat penjepit, sedangkan pada betina antena berfungsi sebagai alat sensor. Jika kandungan oksigen optimal, maka Artemia sp akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikroalga. Pada kondisi yang ideal seperti ini, Artemia sp akan tumbuh dengan cepat (Priyambodo dan Triwahyuningsih, 2003).

C. Habitat
            Artemia sp secara umum tumbuh dengan baik pada kisaran suhu antara 25-30oC, berbeda dengan kista Artemia kering yang dapat tahan pada suhu  -273 hingga 100oC (Mudjiman 1989).
Artemia sp dapat ditemui di danau dengan kadar garam tinggi yang biasa disebut dengan brain shrimp. Kultur biomassa Artemia sp yang baik pada kadar garam antara 30-50 ppt. Untuk Artemia sp yang mampu menghasilkan kista membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
Kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan agar Artemia sp dapat tumbuh dengan baik ialah sekitar 3 ppm. Media untuk penetasan kista, diperlukan air yang pH-nya lebih dari 8, jika pH kurang dari 8 maka efisiensi penetasan akan menurun atau waktu penetasan menjadi lebih panjang (Mudjiman 1989).

2.2. Kutu Air
Kutu air adalah udang-udangan renik yang termasuk kedalam phylm Arthropoda, kelas Crustacea, sub kelas Eutomastraca, ordo Phylpoda, sub ordo Cladosera. Contoh yang paling banyak dikenal adalah Daphnia dan Moina (Mudjiman 1989).
Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di alam. Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah subtropis (Mudjiman 1989).
Moina sp merupakan makanan alami yang potensial bagi benih ikan air tawar, karena nilai gizinya yang tinggi, mudah dicerna serta mempunyai daya reproduksi yang tinggi, yaitucepat berkembangbiak dan mudah dikembang- kan serta memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Moina sp merupakan zooplankton air tawar, dapat hidup di sungai, parit, rawa-rawa dan air tergenang (Mudjiman 1989).
 
Gambar 3. Daphnia sp dan Moina sp.


A. Klasifikasi Dapnia sp dan Moina sp
Menurut Pennak (1989) klasifikasi Daphnia sp. adalah sebagai berikut :
·         Filum               : Arthropoda
·         Kelas               : Crustacea
·         Sub kelas         : Branchiopoda
·         Divisi               : Oligobranchiopoda
·         Ordo                : Cladocera
·         Sub ordo         : Eucladocera
·         Famili              : Daphnidae
·         Genus              : Daphnia
·         Spesies            : Daphnia sp.

Mudjiman (2008), mengklasifikasikan Moina sp adalah sebagai berikut :
·         Kingdom         : Animalia
·         Phylum            : Arthropoda
·         Subphylum      : Crustacea
·         Class                : Branchiopoda
·         Order               : Cladocera
·         Family             : Moinidae
·         Genus              : Moina
·         Spesies            : Moina sp


B. Morfologi

 Keterangan :
O         : otak
RT       : ruang telur
SE       : saluran ekskresi
M         : mata
J           : jantung
UH      : usus halus
OV      : ovarium






Gambar 4. Morfologi Daphnia sp. (Mokoginta 2003)




Gambar 5. Morfologi Moina sp


 Menurut Suwignyo & Krisanti (1997) Daphnia sp. biasanya berukuran 0,25-3 mm, sedangkan menurut Pennak (1989) 1-3 mm. Bentuk tubuh Daphnia sp. adalah lonjong, pipih secara lateral dan memiliki ruas-ruas tubuh walaupun tidak terlihat dengan jelas. Bagian tubuh sampai ekor ditutupi oleh cangkang transparan yang mengandung khitin. Cangkang pada bagian kepala menyatu dengan punggung sedangkan pada bagian perut berongga menutupi lima pasang kaki yang disebut kaki toraks (Balcer et al. 1984).
Pada bagian kepala terdapat sebuah mata majemuk (ocellus) dan lima pasang alat tambahan, yang pertama disebut antena pertama, yang kedua disebut antena kedua yang mempunyai fungsi utama sebagai alat gerak. Tiga pasang yang terakhir adalah bagian-bagian dari mulut (Mokoginta 2003). Umumnya cara berenang Daphnia sp. berupa hentakan-hentakan, tetapi ada beberapa spesies yang tidak bisa berenang dan bergerak dengan merayap karena telah beradaptasi untuk hidup di lumut dan sampah daun-daun yang berasal dari dalam hutan tropik (Suwignyo 1989 dalam Casmuji 2002).

C. Habitat Daphnia sp dan  Moina sp
Daphnia sp adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar, mendiami kolam atau danau. Daphnia sp dapat tumbuh optimum pada suhu perairan sekitar 21 °C dan pH antara 6,5 – 8,5. Jenis makanan yang baik untuk pertumbuhan Daphnia sp adalah bakteri, fitoplankton dan detritus.Kebiasaan makannya dengan cara membuat aliran pada media, yaitu dengan menggerakan alat tambahan yang ada di mulut, sehingga makanan masuk ke dalam mulutnya (Menurut Pennak, 1989).
Moina sp biasa hidup pada perairan yang tercemar bahan organik, seperti pada kolam dan rawa. Pada perairan yang banyak terdapat kayu busuk dan kotoran hewan, Moina sp akan tumbuh dengan baik pada perairan yang mempunyai kisaran suhu antara 14-30 ° C dan pH antara 6,5 – 9. Jenis makanan yang baik untuk pertumbuhan Moina sp adalah bakteri. Untuk menangkap mangsa, Moina sp akan menggerakan alat tambahan pada bagian mulut, yang menyebabkan makanan terbawa bersama aliran air ke dalam mulut (Menurut Pennak, 1989).

2.3. Cacing Tubifex (Cacing Sutra)
Cacing sutra merupakan hewan tingkat rendah, karena memiliki tulang belakang yang disebut invertebrata. Termasuk kedalam phylum Annelida, kelas Oligochaeta, subkelas Haplotaksida, Famili Tubiidae dan Genus Tubifex Gusrina (2008).

Gambar 6. Cacing sutra (Tubifex sp)

A. Klasifikasi Cacing Sutra (Tubifex sp)
Cacing Tubifex sp sering disebut dengan cacing sutera, klasifikasi cacing sutra menurut Gusrina (2008) adalah :
·         Filum               : Annelida
·         Kelas               : Oligochaeta
·         Ordo                : Haplotaxida
·         Famili              : Tubifisidae
·         Genus              : Tubifex
·         Spesies            : Tubifex sp.

B. Morfologi Cacinr Sutra (Tubifex sp)


Gambar 7. Morfologi Cacing Sutra (Tubifex sp)

Cacing Tubifex sp memiliki beberapa nama sesuai dengan ciri yang dimilikinya. Misalnya cacing ini disebut cacing merah atau cacing rambut atau cacing sutera. Disebut cacing merah karena sekujur tubuhnya berwarna merah, disebut cacing rambut karena bentuknya menyerupai rambut dengan panjang 2-3 cm, meskipun pernah ditemukan yang panjangnya 20 cm, dan dikenal sebagai cacing sutera mungkin karena selembut sutera (Laila dan Gandis, 2011).
Tubuh cacing Tubifex sp beruas-ruas. Cacing ini memiliki saluran pencernaan. Mulutnya berupa celah kecil, terletak di daerah terminal. Saluran pencernaannya berujung pada anus yang terletak pada bagian sub-terminal (Laila dan Gandis, 2011).

C. Habitat Cacing Sutra (Tubifex sp)
Cacing Tubifex sp banyak hidup di perairan tawar yang airnya jernih dan sedikit mengalir. Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengandung bahan organik. Makanan utamanya adalah bahan-bahan organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan. Cacing ini akan membenamkan kepalanya masuk ke dalam lumpur untuk mencari makanan. Sementara ujung ekornya akan disembulkan di atas permukaan dasar untuk bernafas. Perairan yang banyak dihuni oleh cacing ini sepintas tampak seperti koloni lumut merah yang melambai-lambai (Waluyo, 2007).
Cacing Tubifex sp tumbuh optimal pada suhu 18 - 20 °C. Pada suhu di atas 35°C cacing ini mati dan pada suhu dibawah 5°C dalam keadaan tidak aktif. Seperti biota air lain, cacing Tubifex sp membutuhkan oksigen untuk pernafasannya. Oksigen optimum untuk hidup dan berkembang biak adalah 3-8 ppm. Cacing Tubifex sp adalah hewan air tawar sehingga sangat peka terhadap perubahan salinitas. Cacing Tubifex sp tidak menyukai sinar, sehingga mudah ditemukan pada tempat-tempat yang teduh (Waluyo, 2007).

2.4. Infusoria
Infusoria adalah sekumpulan jasad renik sejenis zooplankton dan umumnya berukuran sangat kecil antara 40-100 mikron. Infusoria sebagai pakan alami dapat digunakan sebagai makanan pertama (first feeding) bagi larva ikan yang mempunyai bukaan mulut kecil. Secara visual warna infusoria adalah putih dan hidup menggerombol sehingga akan tampak seperti lapisan putih tipis seperti awan (Wibowo, 2007).
Infusoria adalah salah satu kelas dari philum Protozoa. Berdasarkan alat geraknya, infusoria dibedakan menjadi 2 yaitu ciliata dan flagellata. Ciliata (latin, cilia = rambut kecil) atau Ciliophora/Infosoria bergerak dengan cilia (rambut getar) atau infusoria yang bergerak menggunakan rambut getar (cilia) (Winarsih, et al, 2011).  

Gambar 8. Klasifikasi Protozoa

A. Klasifikasi
ü  Cilliata
·         Kingdom         : Animalia
·         Phylum            : Protozoa
·         Subclass          : Cilliata
·         Class                : Holotriohea
·         Order               : Hymonostimatida
·         Famili              : Holotrichidae
·         Genus              : Paramecium
·         Species            Paramecium caudatum
 (Sumber : Hegner. 1968)


ü  Flagellata
·         Kingdom         : Animalia
·         Phylum            : Protozoa
·         Subclass          : Mastigophora
·         Class                : Phytomastigoporea
·         Ordo                : Euglenida
·         Famili              : Euglenidae
·         Genus              : Euglena
·         Spesies            : Euglena viridis
(Sumber : Hegner. 1968)


B. Morfologi

Gambar 9. Morfologi Paramecium caudatum



Gambar 10. Morfologi Euglena viridis
Paramecium  memiliki tubuh yang seluruhnya atau sebagian ditutupi oleh cilia atau rambut getar, mempunyai satu makronukleus dan satu atau lebih mikronukleus, Paramecium   bereproduksi secara vegetatif dengan pembelahan melintang, makronukleus membelah secara amitosis sedangkan mikronukleus secara mitosis. Paramecium   memiliki tubuh streamline yang dapat digunakan untuk berenang. Laju renang dibantu oleh silia yang menutupi permukaan tubuh. Paramecium   bergerak dengan kecepatan 1500 µ/detik atau lebih. Selama bergerak, silia membuat gerakan yang simultan dari anterior ke posterior, disebut ritme metakronal (Laila dan Gandis, 2011).
Euglena memiliki  tubuh yang menyerupai gelendong dan diselimuti oleh pelikel Euglena viridis. Ukuran tubuhnya 35 – 60 mikron dimana ujung tubuhnya meruncing dengan satu bulu cambuk. Hewan ini memilki stigma (bintik mata berwarna merah) yang digunakan untuk membedakan gelap dan terang. Euglena juga memiliki kloroplas yang mengandung klorofil untuk berfotosintesis. Euglena memasukkan makanannnya melalui sitofaring menuju vakuola dan ditempat  inilah makanan yang berupa hewan – hewan kecil dicerna (Menurut Pennak, 1989).

C. Habitat
            Infusoria umumnya hidup di air  tawar, misalnya di sawah-sawah yang banyak jeraminya, namun ada juga diantaranya hidup di air laut.Makanannya terdiri dari bakteri, dan protozoa lainnya yang lebih kecil, ganggang renik, ragi dan detritus yang halus. Oleh karena itu  infusoria biasanya pennghuni perairan yang tercemar, yang sedang mengalami pembusukan (Anonymus, 1990).





III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat
            Praktikum Teknik Produksi Pakan Alami ini dilaksanakan pada tanggal 27 April - 11 Mei 2015 di Laboratorium Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh.

3.2. Alat dan Bahan
            Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kultur pakan alami adalah sebagai berikut :
A. Kultur Artemia

Tabel 1. Alat-alat yang digunakan untuk mengkultur Artemia
No.
Nama Alat
Fungsi/kegunaan
1.
Botol aqua
Sebagai media penetasan kista artemia
2.
Aerator serta perlengkapannya
Mengoptimalkan oksigen terlarut dan mengaduk kista artemia
3.
Lem pipa
Untuk melengketkan selang infus pada tutup aqua
4.
Termometer dan Timbangan
Mengukur suhu dan menimbang kista artemia
5.
Gelas ukur dan Cawan petri
Untuk mengukur air dan untuk memudahkan saat menimbang kista artemia
6.
Selang infus
Untuk memudahkan saat pemanenan artemia

Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengkultur Artemia
No.
Nama Bahan
Jumlah
1.
Garam
1 kg
2.
Air
1 ltr
3.
Cysta artemia
10 gr
4.
Kertas pH meter
Secukupnya


B. Kultur Kutu Air
Tabel 3. Alat-alat yang digunakan untuk mengkultur Kutu Air
No.
Nama Alat
Fungsi/Kegunaan
1.
Toples kapasitas 5 ltr
Sebagai media kultur kutu air
2.
Kain saringan
Sebagai wadah pupuk
3.
Aerator dan perlengkapannya
Mengoptimalkan oksigen terlarut
4.
Cawan petri
Untuk memudahkan saat menimbang pupuk dan bungkil kelapa
5.
Gelas ukur
Untuk mengukur air
6.
Thermometer dan kertas pH
Untuk mengukur suhu dan mengukur pH
7.
Mikroskop dan Timbangan
Untuk mengamati air sampel dan menimbang pupuk & bungkil kelapa

Tabel 4. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengkultur Kutu Air
No.
Nama Bahan
Jumlah
1.
Pupuk kandang
800 gr
2.
Bungkil kelapa
20 gr
3.
Bibit Dapnia dan Moina
Secukupnya
4.
Air
4 liter


C. Kultur Cacing Tubifex
Tabel 5. Alat-alat yang digunakan untuk mengkultur Cacing Tubifex
No.
Nama Alat
Fungsi/Kegunaan
1.
Gunting
Untuk memotong terpal
2.
Papan/ lat kayu
Sebagai wadah kultur Cacing Tubifex
3.
Palu dan Paku
Untuk memukul paku dan menyatukan papan
4.
Isolasi/Lakban Hitam
Untuk merekatkan terpal supaya tidak bocor
5.
Gergaji
Untuk memotong papan
6.
Aerator
Mengoptimalkan oksigen terlarut

Tabel 6. Bahan-bahan yanng digunakan untuk mengkultur Cacing Tubifex
No.
Nama Bahan
Jumlah
1.
Bibit Tubifex sp
Secukupnya
2.
Pupuk kandang
0.5 kg
3.
Lumpur
1 ember
4.
Air
Secukupnya


D. Kultur Infusoria
Tabel 7. Alat-alat yang digunakan untuk kultur Infusoria
No.
Nama Alat
Fungsi/Kegunaan
1.
Pipet
Untuk memudahkan pengambilan air sampel saat pengamatan
2.
Botol
Sebagai wadah untuk megkultur Infusoria
3.
Mikroskop
Untuk mengamati air sampel
4.
Planktonet
Untuk mengambil bibit infusoria dan memudahkan saat pemanenan
5.
Aerator
Mengoptimalkan oksigen terlarut
6.
Plastik hitam
Untuk menutup botol


Tabel 8. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengkultur Infusoria
No.
Nama Bahan
Jumlah
1.
Air
2 liter
2.
Bibit Infusoria
Secukupnya
3.
Jerami
Secukupnya


3.3. Prosedur Kerja
            Adapun prosedur kerja untuk mengkultur pakan alami adalah sebagai berikut :
A. Kulur Artemia
·         Siapkan wadah untuk kultur (botol aqua) yang berukuran 1.5 liter yang telah dibersihkan
·         Siapkan air 1 liter, kemudian tambahkan garam 20 gram untuk untuk membuat salinitas air menjadi 20 ppt.
·         Masukan 10 gram Cysta kedalam botol yang telah berisi air laut buatan sebanyak 1 liter dan biarkan selama 24 jam.
·         Wadah didekatkan dengan lampu supaya suhu tetap stabil
·         Penyampingan dilakkukan pada hari kedua  setelah penetasan, pada saat penyamplilngan/pemanenan aerator dimatikan.

B. Kultur Kutu Air
·         Mula-mula ambil 80 gr pupuk  kandang kering dan campurkan dengan 20gr bungkil kelapa , kemudian masukkan kedalam kain saringan.
·         Kemudian campuran tersebut di gantung pada wadah kultur yang berisi 4 liter air dan di aerasi selama 4 hari.
·         Setelah 4 hari masukkan Dhapnia dan Moina
·         Selanjutnya pemupukan ulang yaitu pada hari ke-4 setelah Dhania atau Moina kita masukkan sebanyak ½ dosis awal.
·         Penyamplingan dilakukan setelah 1 minggu setelah Dhapnia atau Moina dimasukkan

C. Kultur Cacing Tubifex
·         Pupuk kandang dihaluskan  dan dikeringkan  lalu dicamur dengan lumpur  dengan perbandingan 1:1 ketinggian lumpur dengan pupuk kandang 2.5 cm, dari dasar wadah.
·         Alirkan air terus menerus kedalam wadah, setelah 7 hari Tubifex sp dimasukkan kedalam wadah dan pada saat tubifex dimasukkan kedalam wadah, aliran dimatikan. Setelah itu dihidupkan kembali. Padat penebaran 1 ekor/10cm2.
·         Penambahan pupuk selanjutnya setiap 4 hari sekali setengah dosis awal.

D. Kultur Infusoria
·         Jerami kita bersihkan  pada air yang bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel seperti lumur dan sisa pestisida, selanjutnya jerami kita cincang halus lalu direbus dengan air bersih selama 15 menit. Kemudian dinginkan, setelah di dinginkan lalu di saring dengan kain belacu.
·         Sebelum wadah kita gunakan, terlebih dahulu kita bersihkan (Wadah dari fiber glass, bak  semen atau ember).
·         Air media yang telah disaring ditampung dalam wadah tersebut  dan selanjutnya bibit diinokulasikan serta diberi aerasi.
·         Setelah 3 hari air sudah ditumbuhi infusoria dan dapat digunakan sebagai bibit.
·         Pemanenan dapat dilakukan 7-8 hari masa pemeliharaan.Pemanenan dapat dilakukan dengan menciduk air dalam wadah pemeliharaan dengan cara  penyifonan, kemudian disaring dengan planktonet. Selanjutnya air yang ditampung  dalam planktonet dimasukkan kedalam ember siap untuk benih ikan.


KESIMPULAN

Pakan alami merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya ikan. Sebagian besar pakan alami ikan adalah plankton yaitu fitoplankton dan zooplankton. Berikut ini ada beberapa pakan alami diantaranya :
Artemia sp merupakan udang renik yang tergolong udang primitif. Zooplankton ini hidup secara planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi yakni antara 15–300 permil. Sebagai plankton, Artemia sp tidak dapat mempertahankan diri terhadap pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk membela diri (Mudjiman, 2007).
Artemia sp merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias. Ini terjadi karena Artemia sp memiliki gizi yang tinggi, serta ukurannya sesuai dengan bukaan mulut hampir seluruh jenis larva ikan (Djarijah, 2003). 
Kutu air adalah udang-udangan renik yang termasuk kedalam phylm Arthropoda, kelas Crustacea, sub kelas Eutomastraca, ordo Phylpoda, sub ordo Cladosera. Contoh yang paling banyak dikenal adalah Daphnia dan Moina (Mudjiman 1989).
Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di alam. Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah subtropis (Mudjiman 1989).
Moina sp merupakan makanan alami yang potensial bagi benih ikan air tawar, karena nilai gizinya yang tinggi, mudah dicerna serta mempunyai daya reproduksi yang tinggi, yaitucepat berkembangbiak dan mudah dikembang- kan serta memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Moina sp merupakan zooplankton air tawar, dapat hidup di sungai, parit, rawa-rawa dan air tergenang (Mudjiman 1989).
Cacing sutra merupakan hewan tingkat rendah, karena memiliki tulang belakang yang disebut invertebrata. Termasuk kedalam phylum Annelida, kelas Oligochaeta, subkelas Haplotaksida, Famili Tubiidae dan Genus Tubifex Gusrina (2008).
Infusoria adalah salah satu kelas dari philum Protozoa. Berdasarkan alat geraknya, infusoria dibedakan menjadi 2 yaitu ciliata dan flagellata. Ciliata (latin, cilia = rambut kecil) atau Ciliophora/Infosoria bergerak dengan cilia (rambut getar) atau infusoria yang bergerak menggunakan rambut getar (cilia) (Winarsih, et al, 2011).  

 DAFTAR PUSTAKA

Ambas, Zaldi. 2010.Pakan Alami : Artemia Klasifikasi
Binding Characteristics of Three Extracellular Haemoglobins of Artemiasalina. University of Antwerp: Belgium
Thariq et al. 2002. Biologi Zooplankton. Seri Budidaya Laut No.9. Balai Budidaya Laut Lampung, Lampung.
Priyambodo dan Wahyuningsih, Tri. 2003. Budidaya Pakan Alami Untuk Ikan. Jakarta :Penebar
Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan Edisi RevisiPenebar Swadaya, Jakarta.
Bougias, 2008. Pakan   Ikan   Alami. Kanisius, Yogyakarta
Campbell, N.A., J.B Reece & L.G. Mitchell. 2005. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Avertebrata. Bandung: Alfabeta.
Erlina, A. Hastuti W.S. 1965. Kultur Plankton. Jaringan Informasi Perikanan Indonesia, Jakarta
Medicafarma.blogspot. 2009. bahan kul mikrobiologi. http://pharcell.com/ lofiversion/ndex.php?t2617.html
Aquaculture Hydrobiologia 186/187: 387 – 400. Mantjoro, E. 1978. Pengantar planktonologi. Fakultas Perikanan Universitas Samratulangi. Manado
Khairuman, Amri K, dan Sihombing T. 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing Sutra. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Chumaidi dan Djajadireja, 1982. Kultur Massal Daphnia sp.
di Dalam Kolam Dengan Menggunakan Pupuk Kotoran Ayam. Bull. Pen. PD.1.3(2) : 17 – 20


Sekian dari saya gan semoga bermanfaat....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment